Tuesday 26 February 2019

Rinnai Sahabat Setia Bunda Memasak

Dok. Pribadi
Memasak adalah kegiatan rumah tangga yang terkadang dianggap ribet dan menjengkelkan bagi sebagian ibu rumah tangga. Apalagi kalau saya ingat jaman dahulu saat memasak masih menggunakankayu. Apa yang dimakan tidak sepadan dengan bagaimana proses mewujudkan menjadi makanan. Terutama ketika saat musim hujan, kayu pada basah,kegiatan memasak laksana pabrik pindah yang sedang beroperasi.

Kayu menjadi pilihan karena LPG pada saat itu adanya yang berukuran besar dan harganya sangat mahal. Terkadang bagi mereka yang punya uang lebih bahkan lebih memilih pakai kompor minyak tanah daripada pakai LPG.

Dengan berjalannya waktu, alhamdulllah pemerintah mengeluarkan tabung LPG bersubsidi dengan berat  3 kg yang harganya sangat terjangkau. Dulu mulai harga awal sekitar 13.000 an sampai sekarang menjadi 20.000 an. Setelah munculnya LPG bersubsidi, masyarakat berbondong-bondong semangat beralih dari kayu ke kompor. Dan kompor yang sejak awal dibeli adalah dari produk Rinnai yang stainlis. Dari dulu sampai sekarang ibupun juga masih setia dengan rinnai. Saya amati saudara,tetangga dan teman-teman jugabanyak yang pakai rinnai.

Secara kualitas, kompor produk dari rinnai sudah terbukti dan tidak usah diragukan lagi. Kalau mau testimony silahkan langsung saja ke tetangga anda yang sudah lama menggunakan, maka anda akan menemukan jawaban komporku awet. 

Pernah waktu saya main ke rumah kakak ipar, saya tahu ada onggrokan kompor di gudang. Saya amati kompornya masih sangat bagus,dan tidak ada lecet atau bagian yang patah. Paling Cuma hilang tulisan dan catnya saja, selebihnya masih bagus dan tungkunyapun gak berkarat. Setelah saya tanyakan kenapa kompor itu ada di gudang, si kakak menjawab karena dia pingin ganti. Katanya sudah hampir 10 tahun menggunakan kompor rinnai tapi gak rusak-rusak. Akhirnya dia beli yang baru dan yang lama dikasihkan ke saudara.  

Selidik punya selidik, memang kakak ipar adalah orang yang telaten dalam urusan membersihkan kompor. Setiap seminggu sekali bagian tengah dari tunggku yang terbuat dari besi selalu rutin direndam dengan spirtus sekitar 15 menit kemudian angkat dan langsung dilap dengan kain bersih dan tidak dicuci dengan air. 

Makanya gak berkarat dan masih bagus walau sudah hampir 10 tahun nan. Ini pesan yang terpenting bagi kita, apapun benda yang kita miliki terkadang selain factor memang barangnya yang berkualitas, factor perawatan juga tidak boleh diabaikan.  Karena semahal apapun barangnya, jika kita biarkan begitu saja (tidak pernah dibersihkan) maka jangan tanya keawetanya. 


Membersihkan sebenarnya perkara yang mudah andai kita bisa mlakukannya secara terjadwal dan rutin. Minimal tiap habis masak cukup dengan lap dan seminggu sekali onderdil bagian tengah direndam dengan spirtus atau minyak tanah agar tidak mudah berkarat. Karena jika kita males membersihkan secara rutin, maka kotoran yang akan nempelpun juga semakin banyak dan tentunya juga butuh tenaga ekstra untuk membersihkannya. So, sayangilah  barang anda dengan mebiasakan hidup bersih.  .
 

Bunda ada yang perlu anda tahu, bahwa banyak sekali model kompor rinnai yang bisa anda pilih sesuai kebutuhan. Dan produk rinnai tidak hanya kompor saja, namun ada juga perabot rumah tangga yang lain seperti selang kompor, water heater dan masih banyak lain. Info lengkapnya anda bisa kunjungi alamat fb rinnai pada link berikut https://www.facebook.com/Rinnai.Indonesia dan juga di instagram rinnai 

Wednesday 13 February 2019

KEMBALI

Dunia tak slamanya nampak mempesona
Kecantikan, kemapanan tak selamanya melekat di raga
Waktu terus mengejar sampai saatnya tiba
Kun fayakun dalam sekejap smua akan binasa

Tuhan itu baik
Dia selalu memberi kesempatan pd hambaNya
Hanya saja dosa mnutupi mata batin mreka

Sujud...
Sujudlah di saat kau masih mampu bangkit sendiri
Itu pertanda smua belum sgera kembali
Dan pintu ampunan Tuhan masih terbuka disini

Kembali...
Kembalilah meniti cita-cita yang pasti
Bangunkan istri, tuk ikut meraihnya bersama
Mengharap ridlonya atas hidup yang fana

Sematkan harapan pd anak cucu jua
Bukankah mereka aset yang ssungguhnya???
This too shall pass
Ingatlah tiada yang abadi di dunia ini..
Senjapun akan menutup hari.

-- moshrefa_siti --


Thursday 7 February 2019

Kisah Cinta Luna Saat SMA


#KisahCintaLunaSaatSMA 

Sosok luna sebelum SMA

Luna adalah gadis remaja yang beranjak dewasa. Dia merupakan gadis berambisi yang punya impian ingin bisa terus melanjutkan pendidikannya sampai ke jenjang universitas. Namun, luna hanyalah gadis desa yang berasal dari keluarga tidak mampu. 

Orang tuanya hanyalah buruh tani yang penghasilannya tidak bisa dipastikan dan hanya cukup buat beli kebutuhan pokok. Namun luna adalah gadis penurut dan tidak pernah mengeluh. Hari-harinya diluar sekolah selalu di isinya dengan membantu orang tua mulai menggembala kambing, mencuci, menyapu dan sampai ikut mengasuh adik-adiknya ketika ibunya ke ladang.  

Sisi lain dari orang tuanya adalah mereka merupakan sosok orang tua yang keras, religious dan kolot. Sehingga luna tumbuh menjadi gadis yang pemalu dan pendiam. Tak pernah terlihat olehnya bermain dengan teman laki-laki apalagi ngobrol berduaan. Prinsip untuk tidak berpacaranpun terpatri dihatinya yang rapuh karena hidup dilingkungan yang penuh tekanan. 

Karena masalah ekonomi, saat SMA luna tidak lagi berada di rumah. Dia sekolah sambil bekerja dan sesekali ikut mengaji karena tempat kerjanya dekat dengan pondok pesantren. Saat SMA inilah pengalaman terkait sosok laki-laki selalu menghantui kehidupan luna. 

Dan rata-rata laki-laki yang ingin dekat dengannya, langsung mengajak serius ke jenjang pernikahan. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka, padahal pada saat itu luna baru SMA kelas XI. Sosok laki-laki tersebut mulai dari anak dari gurunya, keponakan kiyai setempat, keponakan majikannya, teman seangkatannya dan yang terakhir seorang duda beranak satu yang tak lain adalah pengawas UAN (Ujian Akhir Nasional) dari pusat, padahal dia hanya beberapa kali bertemu luna saat ujian berlangsung.  

#KisahCintaLunaSaat SMA 

Episode : Cemburu

Sudah dua hari tubuh luna terasa meriang gak karuan. Badan lemas lunglai bagai tanaman Sulur yang telah layu. Rasanya hanya ingin bersandar di bahu sisi ranjang besi tua yang sudah terlihat berkarat karena cat birunya sudah terkikis oleh waktu, itulah khas ranjang jadul peninggalan nenek moyang luna.

“Lun,,, kamu itu ngapain to kok tidur-tiduran melulu…??”

“Badanku rasanya lemas pak, kepala pusing dan gak nafsu makan…”

“La kalau sakit mbok dang pijet sana nanti lak dang enteng (read ringan).”

Pijat selalu menjadi penolongan pertama ketika diketahui salah satu anggota keluarga luna sakit. Selain karena factor lebih murah dari pada ke dokter, lokasinya juga lebih menjangkau karena tidak butuh transport, dan tinggal jalan kaki saja. Karena kendaraan sepeda ontel adalah satu-satunya sarana transportasi yang dimiliki keluarga luna.

“Enggak pak, aku gak sakit kok cuma kecapek an dan hanya butuh istirahat saja. Sudah bapak gak usah menghawatirkan luna”.

Dengan nada lirih dan meraba dahi luna bapaknya menimpali “Lawong badan kamu anget gitu lhoo…!!!” Sambil terus memandangi  luna dengan tatapan penasaran yang seakan penuh pertanyaan.

Tiba-tiba saja dari arah dapur terdengar suara “Luna itu suruh bangun, nyapu apa nyuci sana lhooo..!!! dari kemarin kok tiduran terus??”

“Buk… luna itu sakit. Demam ini lho tubuhnya”

“Kalau sakit pijat biar cepet sembuh, dari kemarin kok tiduran melulu”.

Ibuk luna memang agak keras kalau bicara, nadanya pun terkesan seperti orang yang lagi marah. Namun luna selalu memaklumi kondisi ibunya. Dia berpikir semua ini terjadi karena kehidupan mereka yang keras, serba pas-pasan sedangkan banyak kebutuhan yang mesti dipenuhi.

Bapaknya pun beranjak meninggalkan luna yang dari tadi tidak mau membuka mata. Ternyata sejenak dia kembali dengan membawa selimut garis-garis hijau yang sudah pudar dan lusuh dan biasa orang jaman dulu menyebutnya dengan kampli.

“Lun, pakai selimut ya biar gak dingin…”

Saat selimut mulai menutupi hampir seluruh tubuh luna, dengan tanpa sengaja bapak melihat sesuatu tergeletak didekat tangan luna.

Setelah diambil dengan pelan dan tanpa suara, ternyata benda tersebut adalah secarik kertas yang diremas-remas terkoyak sampai banyak bagian yang sobek.

Sambil duduk dikursi kayu yang terletak disamping ranjang pas di bagian sisi atas kepala luna, pelan-pelan kertas itu dibuka dan ternyata merupakan surat dari mbaknya yang dititipkan satu bulan yang lalu saat bapaknya sambang ke pondok (sambang = menjenguk). Yang mana isi dari surat tersebut adalah sebagai berikut:

“ Hi adekku yang cantik dan pendiam… dua minggu lagi kamu kan udah kelulusan, nanti nglanjutin sekolah dan mondok di sini ya. Nih udah aku siapin satu kasur bekas teman sekamarku yang udah boyong tapi masih bagus kok makanya aku sembunyikan khusus buat kamu nanti kalau ke sini.

Di sini enak dek, nanti kalau ada apa-apakan ada mbak yang jagain kamu. Tiap hari kita tinggal makan gak usah masak, enak gak kayak di rumah yang tiap hari harus menggembala kambing, jadi tukang cuci dan seabrek kerjaan yang gak pernah ada selesainya. Di sini kita bisa focus belajar dan mengaji.

Di sini sekolahnya bagus, lokasinya luas, santrinya banyak, jadi kita bisa berkompetisi dengan teman yang lain. Kalau umpama kamu gak kerasan di sini, kamu juga bisa memilih mau ngaji ke kyai siapa. Karena sebenarnya di sini banyak pondok yang lokasinya saling berdekatan. 

Ada Mansyaul Huda 2, An-Nihayah, Roudlotutholibin dan Al-Hidayah. Dan semua mayoritas masih dzuriyyah (red saudara).

Kalau yang aku tempati ini di PP Mansyaul Huda 2 yang di asuh oleh KH. Muh. Muhyiddin. Bapak beliau masih besannya KH. Maimun Zubai sarang. Dan beliau sendiri adalah besannya almarhum mbah Dim tegalrejo. Beliau mukanya teduh, sabar, tak sekalipun aku melihat beliau marah pada santrinya. Terkadang kalau ada santri pulang kehabisan uang, tak jarang beliau selalu ngasih untuk ongkos transport. Makanya aku merasa beruntung sekali bisa mondok di sini.

Dek,,, aku suka kasian kalau ingat sama kamu. Dulu kita mengerjakan semua bareng-bareng, kalau aku tinggal berarti kamu kerjakan semua sendiri.

Aku kadang pilu dek,,, saat ingat kamu dibentak-bentak ibuk atau bahkan dipukul karena kesalahan sepele yang gak masuk akal. Aku yakin,,, sebenarnya kamu sudah berusaha membantu beliau semaksimal mungkin yang kamu bisa.

Kita dulu susah bareng aku ingin kita sukses juga bareng. Dan sampai sekarang aku masih ingat kalau kamu ingin mondok ditempat yang kualitasnya bagus dan pengasuhnya kyai sepuh agar mendapat barokah. Makanya aku rekomendasikan kamu untuk ke sini.

Yaudah itu saja ya dek pesan dari aku. Dan jangan lupa kalau habis kelulusan langsung aja bilang ke bapak kalau minta ke sini.

Salam kakak mu yang paling cerewet…”

Setelah semua surat selesai dibaca, tiba-tiba luna terbangun dan teringat sesuatu.

“Pak!! Tahu kertas yang tadi di sini???”

Dengan muka terkejut ternyata apa yang dia tanyakan sudah jatuh ke tangan bapaknya. Padahal selama ini dia sembunyikan dan berusaha agar bapak/ibuknya tidak tahu.

“Lho kok sama bapak!!!!!!” langsunglah ditarik kertas yang masih dipegang bapak.

“Luna… ini surat dari mbak mu yang saat itu dititipin ke bapak??”

Dengan mengambil nafas panjang luna menjawab dengan singkat “Iya!”

“Kamu ingin ikut mondok mbakmu di Senori Tuban…??”

“Iya pak…. Selama 2 minggu ini aku menunggu bapak membahas kemana aku melanjutkan sekolah. Tapi aku tunggu bapak/ibuk kayaknya gak ada waktu untuk memikirkan hal itu. Aku jadi gak berani bilang.”

Kalau terkait masalah pendidikan, dari dulu luna merasa kalau orang tuanya memperlakukan berbeda antara dia dan kakaknya.

Namun, luna tidak pernah mengeluh ataupun protes terkait hal itu. Karena dia sadar walau selama dia di MTs berada di kelas favorit, akan tetapi peringkatnya selalu beada di kisaran 22, 18, 15 dan sekali dapat peringkat 9, dan ini adalah prestasi terbaik yang pernah dia capai.

Beda dengan kakaknya yang tak pernah beranjak dari urutan 1,2 dan 3.

“Luna,, bapak lagi gak ada uang. Ini aja kakakmu bulan depan minta kiriman lagi bapak belum punya. Belum lagi adek-adekmu sebentar lagi pada mau ujian kan bayar juga.”

Spontan air mata luna tak henti-hentinya menetes karena dia tahu kalau angannya selama ini akan pupus. Dan dia juga selalu ingat bagaimana 2 tahun yang lalu saat kakaknya lulus, orang tuanya begitu antusias untuk memenuhi keinginan kakaknya untuk mondok ke Senori.

Luna membuat teori konspirasi sendiri, sebenarnya semua bukan hanya terkait biaya. “Andai saja dia anak berprestasi seperti kakaknya pasti bapak akan memiliki jawaban yang berbeda” terpikir dalam angannya.

“Yaudah pak, saya manut mau bapak sekolahkan ke mana yang penting saya bisa melanjutkan sekolah lagi”. Jawab luna dengan nada penuh pasrah.

“Iya, nanti bapak tak cari info agar kamu selain sekolah juga bisa dapat biaya tambahan agar ketika orang tua gak bisa ngirim uang, kamu sudah punya sendiri.”

Luna menganggukkan kepala, padahal di hatinya ada perasaan cemburu yang amat atas perbedaan perlakuan orang tuanya yang jelas-jelas diperlihatkan padannya. Karena tak terdengar sekalipun kata yang keluar dari mulut orang tuanya menyuruh kakaknya untuk sekolah sambil bekerja.

Dan saat kakaknya SMP (masih di rumah) pernah ada kejadian, bapaknya melabrak salah satu guru kakaknya. Karena dia gak terima anaknya yang selalu dianggap pintar diberi nilai 6. Luna pun berpikir

“Sampai segitunyakah orang tuaku memperhatikan, memperjuangkan, dan membela kakakku??”

Dan kejadian itu selalu melekat dimemori luna, padahal pada saat itu dia masih duduk di bangku SD. 

Namun luna adalah gadis pendiam yang hanya akan memendam rasa yang tak mampu diungkapkan.

“Sudah dang bangun pijat dulu sana kalau masih gak enak badan. Nih uangnya,,,” Bapaknya menyodorkan uang 15.000 sebagai upah pijat.

“Makasih pak…”

 “Diantar gak lun,,,??”

“Gak usah pak, aku masih kuat kok berjalan sendiri.” Jarak rumah tukang pijat dengan rumah luna hanya sekitar 200 meter.

“Ya sudah, kalau begitu bapak mau ke ladang dulu, mau guyang kambing di sungai.”

Dari pintu kamar, luna mengamati gerak langkah kaki bapaknya menuju ke kandang.

Terlihat bapaknya keluar dari kandang dengan menarik satu induk dan di iringi 4 anak yang besarnya sudah hampir sama dengan induknya. 

Melihat bapaknya yang hanya buruh tani, dan beternak dengan 5 kambing. Rasanya dalam hati luna tidak sampai hati jika meminta ini itu pada orang tuanya. Dia hanya berprinsip sami’na wa ato’na pada orang tuanya. Apapun yang dikatakan orang tua dia akan nurut, karena dalam keyakinannya keberkahan dan kesuksesan akan selalu datang bagi mereka yang membahagia dan tidak merepotkan orang tua.

Jam dinding menunjukkan pukul 09.15, dan perut luna tiba-tiba terasa sangat lapar. Dia sadar kalau gak bangun, gak bakalan ada nasi datang menghampiri mulutnya.

Karena ibuk luna sibuk sendiri dan luna dianggap sehat. Jadi gak ada yang akan mengambilkan nasi.

Dengan ayunan langkah agak berat karena badannya masih terasa lemas, luna pelan-pelan keluar dari kamarnya.

Sampai dapur terlihat kedua adiknya lagi asyik bermain kelereng, sesekali kadang dimarahi ibu karena kelerengnya mluncur di area ibu memasak sehingga dirasa mengganggu.

“Sinta, lukman ayo kalau mainan di luar sana.”

Namun, keduanya terus saja asyik bermain tanpa menghiraukan peringatan ibu.

“Dek,, ayo kalau main di luar.” ku raih tangan sinta agar dia merespon ajakanku.

Sinta adalah anak ke tiga jadi dia lebih tua dari pada lukman. Walau cewek, sinta lebih cenderung suka bergaul dengan teman laki-laki daripada perempuan. Diapun lebih suka mainan yang biasa dimainkan cowok dari pada mainan yang biasa dimainkan anak perempuan. Penampilannya terkesan tomboy, sukanya pakai celana dan kaos. Jarang sekali terlihat mengenakan rok apalagi overall.

“Atau ikut kakak aja,,,?”

“Kemana kak,,?”

“Udah ayo pokoknya jalan, tapi kamu udah makan belum?,,, Kalau belum makan dulu yukk!!!..”

Sambil memandang ke arah ibu, luna berharap harumnya aroma sayur soto yang di masak segera ditawarkan untuk dimakan. Namun harapan luna tak sesuai kenyataan. Ibuknya sibuk mencuci piring sambil diam seribu bahasa.

Luna gak enak langsung mau makan, dalam benaknya berpikir “Mungkin dikira aku hanya capek dan malas-malasan gak membantu pekerjaan rumah dan ibuk jadi capek sendiri, sehingga ibuk nyuekin aku??” pikirannya menggelayut tak karuan arah.

Dengan nada lirih dan sopan luna memberanikan diri untuk mengambilkan makan buat adik-adiknya dengan harapan dia nanti juga akan ikut makan.

“Buuuukk… adek tak suapin makan ya??”

“Yo dang diambilin sana toooo, kok yo dadak bilang!!!”

Luna akhirnya makan sambil nyuapin adik-adiknya. Selesai makan, luna melanjutkan niatnya untuk pijat, dan dia berencana ajak adek-adeknya agar mereka gak mengganggu ibunya yang masih sibuk.

Acara makanpun telah usai, luna berangkat pijat mengajak beserta ke dua adeknya.

Pulang pijat luna mendapati bapaknya yang masih mengenakan celana hitam lusuh khas celana dinas ke ladang, sedang ngobrol di rumah depan bersama seseorang. Setelah dia dekati dan amati ternyata orang tersebut adalah salah seorang yang dia kenal.

Dengan langkah pelan dan sopan luna menghampiri bapak dan tamunya. “E,,, pak lek kodin.. Sudah lama di sini?? Kok janur gunung. Ada angin apa yang menghembuskan jenengan sampai di sini?? 

Sudah tadi pak lek??”

Luna mencium tangan pak lek kodin, dia adalah sepupunya bapaknya yang bertempat tinggal di bojonegoro.

“Barusan kok lun, dari mana kamu??? Sekarang udah gede ya, terakhir aku lihat kamu masih setinggi pohon ciplukan…” Sambil senyum kecut tanda meledek.

“Iiiihhh pak lek,,, masak ya sebesar ciplukan to..” sambil ketawa terkekeh-kekeh.

“Udah 3 tahun lo pak lek g ke sini, kemana aja??.” Luna duduk dikursi pas depan pak leknya.

Bapak dan pak leknya kembali melanjutkan pembicaraan yang tadi sempat terputus karena kedatangan luna.

“Din.. kamu kemaren katanya jenguk anak kamu rukayyah dipondok, gimana kabarnya??” (din adalah panggilan akrab bapak memanggil adek sepupunya itu).

“Alhamdulillah sehat kang. Dia sudah kerasan di pondok, teman-temannya baik katanya.” Sesekali memandang luna yang ikut antusias mengikuti pembicaraan mereka.

“Lun, kamukan sudah lulusan to. Mau mondok dimana kamu?” Tanya pak leknya.

Tatapan kecewa seketika terpancar diwajah luna yang ayu, dengan sedikit memainkan mulut sampai terlihat jelas kedua lesung pipinya.

Pandangan, luna belokkan ke arah bapaknya yang juga seksama memandangi muka luna yang terlihat galau tak karuan.

“Heeemmmm,,, gak tau pak lek. Kulo manut sama bapak saja.”

“Kok manut gimana to maksudnya???”

“Hallah din, adeknya luna itu masih 2 yang butuh biaya buat sekolah. Rencanaku dia biar sekolah sambil bekerja gitu kalau mau. Kamu ada to kenalan yang butuh orang buat bantu-bantu. Kalau bisa dekat-dekat pondok rukayyah sana gak papa biar dia sekalian ikut mengaji kalau pas gak ada kerjaan.”

Tiba-tiba pak lek kudin teringat dengan salah satu temannya mondok dulu yang rumahnya dekat dengan pondok rukayyah.

“Ya kang, tapi kalau dekat pondok rukayyah situ aku gak punya kenalan. Coba nanti aku tanyakan temanku, namanya robianto. Dia punya percetakan dan sekarang sukses, banyak tender besar yang dia menangkan. Dia anaknya kayaknya Cuma satu, siapa tahu dia mau dititipi luna. Biar bantu-bantu pekerjaan rumah istrinya. Lagi pula rumahnya deket kok sama sekolahan dan pondok Nurul Huda yang di asuh KH. Abdul Ghoffur, paling Cuma satu kilo.”

Dengan penuh semangat bapak luna menguatkan

“Ya din, coba tanyakan ya semoga dia mau…”

Tak ada untaian kata yang ingin luna ucapkan, hanya wajah tunduk nan pasrah dengan apa yang diputuskan.


BERSAMBUNG ke episode selanjutnya…




By: moshrefa_siti


Belajar dan belajar

KERJA CERDAS BUKAN KERJA KERAS

  Sumber : Tribunnews.com Sejak dulu orangtua kita selalu menasehati anak-anaknya untuk bekerja keras agar hidup kita sukses. Namun, anggapa...