Tuesday 21 May 2019

Doa Hamba Yang Tersakiti

Sumber: cnn

Pemilu telah usai. Hasil perhitungan suara telah resmi di sampaikan oleh pihak KPU sebagai otoritas resmi yang valid dan dipercaya menyampaikan hasil perhitungan. Dengan dirilisnya hasil oleh KPU berarti resmi sudah siapa yang benar-benar terpilih menjadi Presiden dan Wakil presiden periode 2019-2024. 

Dengan keputusan ini pastinya banyak pihak yang merasa senang terutama pendukung paslon 01 pasangan Jokowi-Kyai Ma'ruf. Karena jagoan mereka telah dinyatakan sebagai pasangan terpilih. Namun, dengan keputusan ini pula tak sedikit yang merasa sangat kecewa. Yang kecewa tentunya mereka yang mendukung paslon 02 pasangan Prabowo-Sandi sebagai calon presidennya. Karena kita tahu bagaimana kubu Prabowo-Sandi berjuang matia-matian demi kemenangan jagoan mereka. 

Melalui keputusan resmi yang dikeluarkan dari KPU, marilah kita ilhami sebagai takdir dari Tuhan. Takdir yang telah menetapkan paslon 01 sebagai presiden dan wakil presiden. Kita tak pernah tahu takdir berpihak pada siapa. Namun, tentunya Tuhan maha tahu pada siapa tanggungjawab berat ini akan di amanahkan.

Takdir tentunya tidak serta merta muncul begitu saja. Usaha semaksimal mungkin yang diiringi dengan doa tulus ikhlas dari dalam hati adalah langkah yang harus ditempuh. Dan siapa yang usahanya paling keras, doanya paling ikhlas? hanya Allah lah yang tahu. 

Kita semua tahu bagaimana ketat dan kerasnya pemilu tahun 2019 ini. Kedua kubu paslon 01 maupun 02 sama-sama bekerja mati-matian demi memenangkan jagoan mereka. Sengala cara telah ditempuh, bahkan cara-cara tak sehat seperti mengumpat, mencaci, memfitnah  menjadi alat untuk menjatuhkan lawan demi menaikkan reputasi jagoannya. 

Namun, sekali lagi semua telah usai. Jadi, saatnya merapatkan barisan kembali. Jangan ada kata benci maupun dendam. Apapun partai anda, siapapun pilihan presidennya marilah kita fahami ini sebagai perbedaan yang lumrah dan wajar. Karena tak mungkin rasanya jika kita semua harus sama. Dan proses ini menunjukkan pada kita sejauh mana kedewasaan kita sebagai bangsa yang mempunyai semboyan "bhineka tunggal ika". 

Dari pemilu 2019 ini ada sesuatu yang tersisa dan tak pernah bisa terlupa. Yaitu ketika proses kampanye yang penuh dengan drama, fitnah dan kata-kata cacian yang banyak menghiasi tampilan status medsos para millenial. Salah satu yang paling parah dan tak akan pernah bisa saya lupakan adalah beredarnya video seorang yang mengaku ulama/ustadz/pendakwah yang tugasnya menyerukan kebajikan namun di atas podium beliau malah menghina dan mencaci ulama yang tidak diragukan entah ealiman maupun ke ilmuwannya. 

Ustadz zainul majdi atau yang lebih akrab di sapa dengan Tuan Guru Bajang disebut sebagai bajingan. Dan juga KH. Ma'ruf Amin dikatakan sebagai orang yang sudah tua, udzur dan sebentar lagi meninggal. Mendengar ucapan itu saya tak percaya jika dia adalah seorang ustadz  yang pantas menjadi panutan. 

Apakah kesalahan beliau yang seorang hafidz quran, ahli tafsir, rendah hati dan mengabdikan jiwa raganya untuk negeri sampai disebut bajingan?? Apapula yang sudah diperbuat KH. Ma'ruf Amin sehingga dihina dengan ungkapan menyakitkan seperti itu? Apa hanya karena mereka memihak pada jokowi? Lalu dimana salahnya jika beliau berbeda pendapat dengan ulama lain dalam menentukan pilihan calon presiden? Bukankah di dunia ini yang ada hanyalah abu-abu. Karena kita tidak tahu 100% yang terlihat salah adalah salah pula sejatinya, yang terlihat benar belum tentu 100% benar sejatinya. Karena kebenaran itu hanya mutlak milik Allah. Manusia hanya mampu menerka-nerka berijtihad berdasarkan ilmu yang mereka miliki. Jadi ketika orang lain berbeda dengan kita dan kita anggap salah, jangan lah langsung menghujat, mencaci maupun mengumpat. Karena sejatinya ilmu kita sangat terbatas.

Menanggapi hinaan dan cacian itu baik TGB maupun KH. Ma'ruf Amin tak membalasnya dengan kata-kata kotor. Bahkan TGB malah memberi wejangan dan nasehat bahwa nabi tak pernah sekalipun menghina walaupun pada musuhnya. Namun hati orang siapa yang tahu, saya yakin dilubuk hati yang terdalam baik TGB maupun KH. Ma'ruf Amin pasti merasakan yang namanya sakit hati. Respon otomatis yang ditunjukkan oleh hati manusia ketika mendapat perlakuan tidak pantas. Namun mereka sebagai orang alim tahu harus bagaimana bersikap dan menanggapi hal itu. 

Ingatkah kalian, bahwa dalam hadits Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan siapa saja yang tergolong orang-orang yang akan diijabahi doanya? Salah satunya adalah doa orang yang tersakiti. Saya yakin baik TGB maupun KH. Ma'ruf Amin tahu bagaimana memanfaatkan momentum ini. Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk memohon dengan penuh kesungguhan dan rendah hati semoga hajatnya terkabul. Dan entah dari doa yang mana, lewat mulut siapa hanya Tuhan yang tahu kini paslon 01 keluar sebagai pemenang. Kita meski belajar dari kasus ini, janganlah menghina atau mengumpat orang lain terlebih-lebih seorang ulama karena sungguh kita sendiri yang akan merugi. 



Friday 3 May 2019

Kembalikan Pendidikan Karakter ala Ki Hajar Dewantara Untuk Selamatkan Generasi Bangsa

Sumber : DetikNews. Com

Garut, 25 Februari 2019 (DetikNews.Com). Saat itu agenda rutin para Petugas Satpol PP mengadakan razia disiplin siswa di kawasan perkotaan Garut. Di salah satu warnet petugas mendapati sejumlah pelajar yang lagi asyik bermain game. Sejumlah pelajar itu kalang-kabut saat didatangi petugas. Namun petugas menutup semua akses jalan ke luar warnet. Meskipun berusaha mengelak dengan seribu alas an bahwa mereka tidak bolos, namun para pelajar ini akhirnya mengakui kesalahannya.

Kejadian siswa bolos saat jam sekolah, tidak hanya terjadi di garut saja. Namun, hampir diseluruh Indonesia juga mempunyai kasus yang sama. Belum lagi kasus yang lain seperti tawuran antar pelajar, membully teman seakan menjadi sesuatu yang lumrah dan asyik dijadikan sebagai tontonan. Mereka sudah mulai kehilangan karakter dan identitas sebagai pelajar yang menjadi calon pemimpin masa depan.

Menurut Suyanto (2010) dalam Kristi Wardani (2012) menjelaskan karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap keputusan yang ia buat. Sehingga jika melihat kasus siswa di garut dan yang terjadi selama ini membuat kita bertanya, “Apa yang salah dengan pendidikan nasional sehingga belum berhasil membangun karakter bangsa sebagaimana yang diamanatkan Pancasila, UUD 1945, dan UU NO. 20 Tahun 2003?.

Menurut Donny (2017) Membuat orang berkarakter adalah tugas pendidikan. Esensi pendidikan adalah membangun manusia seutuhnya, yaitu manusia yang baik dan berkarakter. Dan yang paling berperan penting dalam dunia pendidikan adalah sosok guru. Yang mana guru dituntut untuk mampu memposisikan diri sesuai yang siswa butuhkan. Menurut Ahmad Wahid Rifa’I dalam artikelnya yang diunggah pada (Maret, 2018) mengatakan bahwa “guru harus mampu menginspirasi, memberikan teladan dan memotivasi siswanya.” Oleh sebab itu, gagal atau berhasilnya pendidikan siswa menjadi salah satu tolok ukur sukses atau tidaknya guru sebagai pendidik.

Jika membahas terkait permasalahan pendidikan, kita pasti akan kembali merujuk pada konsep pendidikan yang telah dirumuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Yang mana menurut beliau, proses pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter dapat kita implementasikan melalui Trilogi Pendidikan yaitu “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani.” Semboyan tersebut masing-masing memliki arti yang sangat dalam.

- Ing Ngarsa Sung Tuladha (dari depan memberi teladan)

Ketika posisi di depan guru harus mampu memberikan teladan bagi siswanya. Teladan di sini mulai perkataan, cara berpakaian, sikap terhadap orang lain dan juga pola pikir yang selalu memandang sesuatu harus menggunakan kaca mata yang positif. Karena diakui atau tidak di akui, sosok guru sangat berpengaruh besar pada siswanya. Guru adalah sosok pengganti orang tuanya ketika di sekolah. Jadi, sudah secara otomatis apa yang dikatakan dan dilakukan oleh guru akan menjadi panutan bagi siswanya. Sehingga di sini peran guru untuk menjadi inspirator bagi siswa, adalah wajib hukumnya. Jika seorang guru tidak mampu menjadi inspirasi/memberi teladan yang baik, maka siswa tidak hanya akan meniru bahkan bisa melebihi yang dilakukan oleh gurunya. Maka tak salah jika ada semboyan, orang tua kencing berdiri maka anak akan kencing berlari. Semboyan ini bisa juga menggambarkan antara posisi guru dan siswa, karena memang guru adalah sosok orang tua mereka ketika di sekolah.

- Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menggugah semangat)

Guru tidak melulu menjadi yang di depan. Maksudnya, ada kalanya guru harus mampu memposisikan diri sebagai bagian dari siswanya. Guru manusia siswapun juga manusia, yang tidak boleh diperlakukan semena-mena. Sehingga guru tidak boleh bersikap otoriter, anti kritik dan arogan. Dalam kondisi yang lain guru harus menjadi sahabat yang paling mengerti akan kebutuhan siswanya. Terlebih lagi jika siswa yang dihadapi tingkat menengah atas, yang mana saat itu siswa berada pada masa-masa labil dan tahap mencari jati dirinya. Sehingga guru tidak boleh sedikit-sedikit marah dan menghukum ketika dia bersalah. Kita telusuri dulu akar permasalahannya. Kita rangkul mereka agar menjadi siswa yang bertanggung jawab, dan tidak terpengaruh dunia luar yang tidak bermanfaat.   

- Tut Wuri Handayani (dari belakang memberikan dorongan)

Selain sebagai pemimpin kelas yang selalu tampil di depan, guru juga harus mampu menjadi yang dibelakang. Di belakang guru sebagai motivator agar siswanya mampunyai semangat belajar, berkarya dan kelak menjadi manusia yang lebih baik dari gurunya. Bangun mereka dengan energi positif dengan menuangkan kisah-kisah inspiratif yang dapat menggugah semangat siswa untuk menjadi yang terbaik.

Menurut Donny (2017) aktualisasi ajaran Ki Hajar Dewantara di era globalisasi ini untuk membangun karakter bangsa, sudah sangat mendesak diterapkan.
Saatnya guru menghilangkan metode mengajar yang hanya karena melaksanakan tuntutan tugas semata, sehingga tidak memiliki idealisme sebagai seorang pendidik. Guru di tuntut harus mampu menjadi sosok seperti yang telah di ungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Trilogi Pendidikan. Agar tak terdengar lagi kasus anak berkeliaran saat jam pelajaran, tawuran dan yang lebih penting untuk jangka panjangnya agar predikat Negara terkorup bisa segera hilang dengan munculnya bibit-bibit generasi pemimpin baru yang bertanggungjawab.

Daftar Pustaka

Ariawan, Putu Donny. (2017, 12 November). Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara. Diperoleh 23 Maret 2019, dari http://putudonnyariawan.blogspot.com/2017//11/pendidikan-karakter-menurut-ki-hajar.html?m=1

Ghani, Hakim (DetikNews.Com). (2019, 25 Februari). Pelajar Garut Terjaring Razia Petugas Saat Asyik Main Game di Warnet. Diperoleh 22 Maret 2019, dari https://m.detik.com/news/berita-jawa-barat/d-442716/pelajar-garut-terjaring-razia-petugas-saat-asyik-main-game-di-warnet

Rifa’I, Ahmad Wahid. (2018, Maret). Semboyan Ki HajarDewantara yang mengandung makna mendalam. Diperoleh 22 Maret 2019, dari https://www.dictio.id/t/semboyan-ki-hajar-dewantara-yang-mengandung-makna-mendalam/19214

Wardani, Kristi. 2012. Guru dan Pendidikan Karakter. Diperoleh 23 Maret 2019, dari situs https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.umk.ac.id/1042/10/9:_-_Kristi_Wardani.pdf&ved=2ahUKEwjA4ML10ZbhAhXS73MBHbk1CEUQFjAEegQIBBAB&usg=AOvVaw29ATRukjHUKK5pXG-LCuTJ

Belajar dan belajar

KERJA CERDAS BUKAN KERJA KERAS

  Sumber : Tribunnews.com Sejak dulu orangtua kita selalu menasehati anak-anaknya untuk bekerja keras agar hidup kita sukses. Namun, anggapa...