Friday 3 May 2019

Kembalikan Pendidikan Karakter ala Ki Hajar Dewantara Untuk Selamatkan Generasi Bangsa

Sumber : DetikNews. Com

Garut, 25 Februari 2019 (DetikNews.Com). Saat itu agenda rutin para Petugas Satpol PP mengadakan razia disiplin siswa di kawasan perkotaan Garut. Di salah satu warnet petugas mendapati sejumlah pelajar yang lagi asyik bermain game. Sejumlah pelajar itu kalang-kabut saat didatangi petugas. Namun petugas menutup semua akses jalan ke luar warnet. Meskipun berusaha mengelak dengan seribu alas an bahwa mereka tidak bolos, namun para pelajar ini akhirnya mengakui kesalahannya.

Kejadian siswa bolos saat jam sekolah, tidak hanya terjadi di garut saja. Namun, hampir diseluruh Indonesia juga mempunyai kasus yang sama. Belum lagi kasus yang lain seperti tawuran antar pelajar, membully teman seakan menjadi sesuatu yang lumrah dan asyik dijadikan sebagai tontonan. Mereka sudah mulai kehilangan karakter dan identitas sebagai pelajar yang menjadi calon pemimpin masa depan.

Menurut Suyanto (2010) dalam Kristi Wardani (2012) menjelaskan karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap keputusan yang ia buat. Sehingga jika melihat kasus siswa di garut dan yang terjadi selama ini membuat kita bertanya, “Apa yang salah dengan pendidikan nasional sehingga belum berhasil membangun karakter bangsa sebagaimana yang diamanatkan Pancasila, UUD 1945, dan UU NO. 20 Tahun 2003?.

Menurut Donny (2017) Membuat orang berkarakter adalah tugas pendidikan. Esensi pendidikan adalah membangun manusia seutuhnya, yaitu manusia yang baik dan berkarakter. Dan yang paling berperan penting dalam dunia pendidikan adalah sosok guru. Yang mana guru dituntut untuk mampu memposisikan diri sesuai yang siswa butuhkan. Menurut Ahmad Wahid Rifa’I dalam artikelnya yang diunggah pada (Maret, 2018) mengatakan bahwa “guru harus mampu menginspirasi, memberikan teladan dan memotivasi siswanya.” Oleh sebab itu, gagal atau berhasilnya pendidikan siswa menjadi salah satu tolok ukur sukses atau tidaknya guru sebagai pendidik.

Jika membahas terkait permasalahan pendidikan, kita pasti akan kembali merujuk pada konsep pendidikan yang telah dirumuskan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Yang mana menurut beliau, proses pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter dapat kita implementasikan melalui Trilogi Pendidikan yaitu “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani.” Semboyan tersebut masing-masing memliki arti yang sangat dalam.

- Ing Ngarsa Sung Tuladha (dari depan memberi teladan)

Ketika posisi di depan guru harus mampu memberikan teladan bagi siswanya. Teladan di sini mulai perkataan, cara berpakaian, sikap terhadap orang lain dan juga pola pikir yang selalu memandang sesuatu harus menggunakan kaca mata yang positif. Karena diakui atau tidak di akui, sosok guru sangat berpengaruh besar pada siswanya. Guru adalah sosok pengganti orang tuanya ketika di sekolah. Jadi, sudah secara otomatis apa yang dikatakan dan dilakukan oleh guru akan menjadi panutan bagi siswanya. Sehingga di sini peran guru untuk menjadi inspirator bagi siswa, adalah wajib hukumnya. Jika seorang guru tidak mampu menjadi inspirasi/memberi teladan yang baik, maka siswa tidak hanya akan meniru bahkan bisa melebihi yang dilakukan oleh gurunya. Maka tak salah jika ada semboyan, orang tua kencing berdiri maka anak akan kencing berlari. Semboyan ini bisa juga menggambarkan antara posisi guru dan siswa, karena memang guru adalah sosok orang tua mereka ketika di sekolah.

- Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menggugah semangat)

Guru tidak melulu menjadi yang di depan. Maksudnya, ada kalanya guru harus mampu memposisikan diri sebagai bagian dari siswanya. Guru manusia siswapun juga manusia, yang tidak boleh diperlakukan semena-mena. Sehingga guru tidak boleh bersikap otoriter, anti kritik dan arogan. Dalam kondisi yang lain guru harus menjadi sahabat yang paling mengerti akan kebutuhan siswanya. Terlebih lagi jika siswa yang dihadapi tingkat menengah atas, yang mana saat itu siswa berada pada masa-masa labil dan tahap mencari jati dirinya. Sehingga guru tidak boleh sedikit-sedikit marah dan menghukum ketika dia bersalah. Kita telusuri dulu akar permasalahannya. Kita rangkul mereka agar menjadi siswa yang bertanggung jawab, dan tidak terpengaruh dunia luar yang tidak bermanfaat.   

- Tut Wuri Handayani (dari belakang memberikan dorongan)

Selain sebagai pemimpin kelas yang selalu tampil di depan, guru juga harus mampu menjadi yang dibelakang. Di belakang guru sebagai motivator agar siswanya mampunyai semangat belajar, berkarya dan kelak menjadi manusia yang lebih baik dari gurunya. Bangun mereka dengan energi positif dengan menuangkan kisah-kisah inspiratif yang dapat menggugah semangat siswa untuk menjadi yang terbaik.

Menurut Donny (2017) aktualisasi ajaran Ki Hajar Dewantara di era globalisasi ini untuk membangun karakter bangsa, sudah sangat mendesak diterapkan.
Saatnya guru menghilangkan metode mengajar yang hanya karena melaksanakan tuntutan tugas semata, sehingga tidak memiliki idealisme sebagai seorang pendidik. Guru di tuntut harus mampu menjadi sosok seperti yang telah di ungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Trilogi Pendidikan. Agar tak terdengar lagi kasus anak berkeliaran saat jam pelajaran, tawuran dan yang lebih penting untuk jangka panjangnya agar predikat Negara terkorup bisa segera hilang dengan munculnya bibit-bibit generasi pemimpin baru yang bertanggungjawab.

Daftar Pustaka

Ariawan, Putu Donny. (2017, 12 November). Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara. Diperoleh 23 Maret 2019, dari http://putudonnyariawan.blogspot.com/2017//11/pendidikan-karakter-menurut-ki-hajar.html?m=1

Ghani, Hakim (DetikNews.Com). (2019, 25 Februari). Pelajar Garut Terjaring Razia Petugas Saat Asyik Main Game di Warnet. Diperoleh 22 Maret 2019, dari https://m.detik.com/news/berita-jawa-barat/d-442716/pelajar-garut-terjaring-razia-petugas-saat-asyik-main-game-di-warnet

Rifa’I, Ahmad Wahid. (2018, Maret). Semboyan Ki HajarDewantara yang mengandung makna mendalam. Diperoleh 22 Maret 2019, dari https://www.dictio.id/t/semboyan-ki-hajar-dewantara-yang-mengandung-makna-mendalam/19214

Wardani, Kristi. 2012. Guru dan Pendidikan Karakter. Diperoleh 23 Maret 2019, dari situs https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.umk.ac.id/1042/10/9:_-_Kristi_Wardani.pdf&ved=2ahUKEwjA4ML10ZbhAhXS73MBHbk1CEUQFjAEegQIBBAB&usg=AOvVaw29ATRukjHUKK5pXG-LCuTJ

No comments:

Belajar dan belajar

KERJA CERDAS BUKAN KERJA KERAS

  Sumber : Tribunnews.com Sejak dulu orangtua kita selalu menasehati anak-anaknya untuk bekerja keras agar hidup kita sukses. Namun, anggapa...